Kisah ini berawal dari status di
BBM saya yang kira – kira begini : “ngapain juga ada orang Purwakarta yang hobi
naek gunung, padahal daerah Purwakarta itu sendiri sudah berada di dataran yang
tinggi...”. Kata – kata itu terucap begitu saja setelah saya melihat brosur di
Kampus yang mencantumkan bahwa di kampus saya itu ada komunitas Mahasiswa
Pecinta Alam (MAPALA), walaupun orang2 yang didalamnya tidak seluruhnya adalah
Mahasiswa aseli Kampus saya (isinya alumni dan Mahasiswa kampus lain... WTF).
Okeee....
mungkin kata – kata sebelumnya itu nggak penting dibahas kali ya. Lanjut ke
cerita... Beberapa hari kemudian seakan kata – kata tadi adalah pertanyaan,
masuklah personal message di BBM dari
teman yang tiba2 ngajakin naek gunung untuk eksplorasi.
Teman
saya yang pertama ini (yg ngajak naek gunung) namanya Harri Tebe, dia ini
orangnya emang asik abis dan mempunyai jiwa organisasi yang tinggi. Dia aktif di berbagai organisasi di dalam maupun luar kampus.
Salahsatunya adalah Mantan ketua Himpunan Mahasiswa Elektro di kampusnya (yang
kini diteruskan oleh saya), dan aktif di komunitas pecinta alam HAPPY ADVENTURE COMMUNITY PURWAKARTA (H.A.C.P).
Melalui
H.A.C.P. ini kang Harri mengajak saya untuk ekplorasi
ke Gunung Bongkok, yang berada di daerah Plered, suatu daerah yang terkenal
dengan kerajinan keramiknya di Jawa Barat. Gunung Bongkok ini mempunyai
ketinggian 975 MDPL yang katanya gunung tertinggi yang ada di Kabupaten
Purwakarta. Gunung bongkok sendiri memiliki mitos yaitu adanya situs tapak kaki
Ki Jongkrang. Ki Jongkrang itu sendiri menurut mitos adalah seseorang yang memiliki kesaktian
meloncati gunung demi gunung (kayak ninja hatori aja ya..). Di Gunung Bongkok ini
terdapat salahsatu tapak kaki Ki Jongkrang yang “katanya” dulu gunung itu
tempat nangkringnya Ki Jongkrang pada saat mancing di danau Jatiluhur dan
sekitarnya. (hadeh gak kebayang joran pancing dan benangnnya sepanjang mana...
namanya juga mitos). Daripada semakin bingung dengan cerita saya, mending
cekidot aja sendiri gambarnya ya..
Nah... itu dia
sedikit cerita tentang Gunung Bongkok. Setelah melakukan deal2an sama kang
Harri (kayak lg transaksi aja), akhirnya saya memutuskan untuk ikut naik
gunung. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sebelumnnya saya belom pernah
yang namanya naik gunung, informasi tentang “kontur” gunung yang akan di daki juga
nggak tahu, kata kang Harri sih asalkan punya niat dan “disiplin yang tinggi” saja
sudah cukup untuk bisa sampai puncak gunung.
Hari sabtu tanggal 29 Maret
2014, kita berangkat ke Gunung Bongkok. Sebelum melakukan perjalanan saya dan
kang Harri menuju rumah salah satu anggota H.A.C.P (Nia) di Wanayasa. Tak lama
kemudian datang anggota H.A.C.P yang lainnya yang bernama Om Phey. Di Rumah Nia
kita berempat preparing alat yang
akan dibawa ke Gunung.
Waktu
menunjukkan pukul 07. 10 WIB akhirnya kita berangkat dari Wanayasa ke Gunung
Bongkok yang memakan waktu + 2 jam menggunakan sepeda motor. Saya
dibonceng oleh Om Phey dan Nia dibonceng oleh kang Harri (cieeee...). Di dalam perjalanan
kami sempat mampir di SPBU untuk mengisi bensin. Karena agak ngantri saya dan
Nia menunggu Om Phey dan Kang Harri yang sedang mengantri isi bensin di tepian
SPBU. Kemudian saya dan Nia memulai obrolan kecil karena kita baru kenal waktu
itu. Saya agak Kaget dan heran dengan Nia yang mengatakan saya ini mirip bang Genta dalam film 5cm. Nama saya sendiri adalah Triyan.
Baru kali ini ada orang yang memanggil saya dengan sebutan Genta yang mana sosok
Genta itu sendiri dibintangi oleh artis se- keren Fedi Nuril. Setelah itu teman
– teman yang lainnya menyepakati nama rimba saya adalah Genta.
Setelah 2 jam lebih
perjalanan Akhirnya kami sampai di titik awal pendakian. Kami menitipkan motor
di rumah penduduk sekitar dan repacking ulang
alat yang dibawa ke atas. Pertama kali saya melihat gunung yang akan didaki,
dalam hati saya berkata “imposible”.
Mana mungkin saya akan berada di atas batu di gunung itu, gimana naeknya???
Teman – teman yang lain yang sudah berpengalaman meyankinkan saya bahwa kita
akan berada di atas sana dan tujuan kita memang ke sana.
Mentari pagi saat itu sangat cerah. Sebelum memulai pendakian kami
berdo’a kepada Yang Maha Kuasa agar dilancarkan segala urusan kami. Tujuan
pendakian kami tidak lain dan tidak bukan adalah hanya untuk melihat keindahan
ciptaan-Mu dari atas sana,Tuhan.
Jam 09.00 WIB
kami mulai pendakian. Disepakati bersama ketua tim kita adalah kang Harri yang
sudah berpengalaman masalah daki mendaki. Diawal pendakian kami menemukan mata
air dan pepohonan yang rindang. Jalannya sudah ditanami rumput gajah dan ada
bekas jalan motor trail. Segarnya embun di pagi hari dan pepohonan yang rindang
membuat pernapasan menjadi fresh, lain ketika kita menghirup udara di tengah
ibukota yang telah terkontaminasi dengan kendaraan bermotor. Pertama kali naik
gunung, saya disuruh untuk mengenakan jaket supaya tidak kedinginan di atas,
karena udara di atas dingin banget....
Subhanallah... ini pengalaman pertama saya mendaki gunung. Om Phey di
posisi pertama yang bertugas membuka jalan jika ada ranting pohon yang
membentang dan mengganggu perjalanan. Saya berada di posisi ke-2 sebagai follower yang mengikuti Om Phey yang
berada di depan (hehehehe...). saya juga memegang kamera untuk mengambil gambar
serlama perjalanan. Di posisi ke – 3 ada Nia yang bertugas untuk memberi tanda
selama perjalanan dengan mengikat tali rafia ke pepohonan. Sedangkan kang Harri
berada di belakang untuk mengawasi dan memimpin tim untuk bisa sampai ke atas.
Sesekali kami istirahat (break) untuk menghela nafas.
Baru seperempat dari perjalanan kami, vegetasi
tanaman mulai berubah. Kini ribuan pohon bambu banyak terlihat diseluruh sudut
mata memandang. Beberapa saat kemudian tiba – tiba saya mengalami pusing, mual
dan ingin jackpot(muntah). Ditengah kebun bambu akhirnya saya muntah dan ingin
pingsan. Saya sempat ragu kalau saya bisa naik sampai ke puncak. Saya sempat
terdiam (disangkain sama temen2 saya pingsan, karena nama saya dipanggil2 dan
saya menghiraukannya... hihihihi). Setelah badan agak enakan, akhirnya mental
saya kembali bangkit untuk melanjutkan perjalanan. Tapi teman – teman
menenangkan hati dan memberi semangat saya agar saya bisa sampai ke puncak.
Mungkin masalah yang saya derita tadi dikarenakan saya memakai jaket yang
terlalu tebal.
Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan
perjalanan. Sepanjang perjalanan teman – teman saya terus ngasih dodorngan
semangat saya agar kita semua berada di atas puncak. Kontur gunung semakin lama
semakin terjal. Setelah melewati kebun bambu, sekarang kami dihadapkan
pepohonan dengan akar yang menjulur sebentang permukaan tanah. Tanahnya juga
basah dan agak licin. Bebatuan dipenuhi lumut sehingga kami agak kesulitan
mendaki karena hanya mengandalkan akar pohon untuk berpegangan.
Di tengah – tengah perjalanan, ketika kami sedang break tiba – tiba ada tiga orang pendaki
lain yang menyusul kami. Umurnya masih sepantaran kami, masih muda, tidak
memakai peralatan safety seperti sepatu, serta salah satu dari pemuda ada yang
menggenggam pisau. Mereka agak kurang bersahabat ketika bertemu dengan kami.
Pas kami tanya tentang tujuannya, mereka juga ingin mendaki gunung. Mereka
bilang penduduk asli di desa bawah. Serta ada 7 temannya lagi yang akan
menyusul di belakang. Pikiran saya makin nggak karuan karena takutnya mereka
bermaksud jahat kepada kami. Kami sempat memperlambat laju perjalanan kami
sampai 7 orang pemuda yang dibelakang menyusul temannya yang sudah mendahului
kami. Bellakangan diketahui mereka dari komunitas tasbeh hitam yang ingin
mendaki gunung dengan tujuan untuk melihat situs Ki Jongkrang dan berziarah ke
makam yang ada di atas.
Sepuluh pemuda tadi kami hiraukan dan kami tetap
waspada dengan langkah kaki kami. Serta mulut yang selalu berdo’a kepada Yang
Maha Kuasa agar kami tetap diberi perlindungan-Nya. Vegetasi pohon semakin
berubah. Pepohonan yang tumbuh tidak dominan ke atas, tapi menyamping. Kata
kang Harri ini menandakan sebentar lagi kita berada di atas puncak. Tkami
sempat break dan foto2 di atas batu besar sebelum sampai puncak, tapi sayang
keindahan alam tidak sepenuhnya kita dapati setelah tumpukkan batu – batu besar
itu terdapat coretan dari tangan – tangan jahil manusia.
Setelah berjalan lama sebelum sampai di puncak kami
bertemu dengan 10 orang pemuda yang tadi. Kami berkenalan dengan mereka. Mereka
menamakan komunitasnya sebagai tasbeh hitam. Kemungkinan besar mereka adalah
santri di sebuah pesantren yang sedang berlibur. Mereka sedang berdo’a di depan
makam. Belum diketahui pasti di dalam makam itu terdapay orang yang pernah di
makamkan di sana dan siapa orangnya tidak ada yang tahu pasti termasuk penduduk
sekitar.
Setelah
melewati makam, beberapa langkah kemudian akhirnya kami sampai di puncak gunung
bongkok. Subhanallah..... akhirnya saya bisa sampai di atas puncak gunung. Puji
syukur kehadirat – Mu ya Allah telah menciptakan sesuatu yang luar biasa yang
tak ada apa – apanya dibandingkan kelemahan seorang makhluk bernama manusia.
Subhanallah....
And This is it... pemandangan dari atas gunung
bongkok.....................
Setelah
narsis berfoto – foto selanjutnya kami
bikin tenda dan untuk berteduh dan mempersiapkan makan siang. Bekal yang kami
bawa hanyalah mie instan untuk makan siang dan snack saja. Setelah semuanya
telah dipersiapkan, teman – teman dari tasbeh hitam mengajak makan bersama.
Kebetulan mereka juga sudah membawa bekal nasi timbel dan lauk pauk yang
beragam. Akhirnya suasana kekeluargaan makin terasa padahal kami baru kenal saat
di perjalanan ke atas gunung ini.
Setelah banyak hal yang telah dilakukan akhirnya kami
bergegas untuk turun gunung. Karena waktu telah menunjukkan pukul 14:00 WIB.
Walaupun belum puas melihat pemandangan dan masih ingin di atas kami harus pulang
agar tidak kemaleman pada saat pulang ke Purwakarta. akhirnya kamipun
memberekan barang – barang seperti tenda, alat makan dan mengumpulkan sampah
yang berserakan di sekitar gunung. Ketika semuanya sudah beres, tiba – tiba
kami dikejutkan oleh dua orang pendaki yang baru sampai ke puncak. Dua orang
pendaki tersebut tidak lain adalah salahsatu bagian dari H.A.C.P yaitu abah Onje
dan kang Dada. Memang sebelumnya kami ingin berangkat bersama ber-enam dari
wanayasa, tapi dikarenakan sesuatu hal, abah Onje dan Kang Dada berangkat
belakangan. Suasana kekeluargaan semakin lengkap karena tambah dua orang lagi.
Akhirnya sebelum turun kita foto – foto lagi bersama – sama.....
Hari semakin sore dan kami ber – enam bersiap untuk
turun ke gunung setelah teman – teman dari tasbeh hitam sudah turun gunung
duluan. Pukul 15.00 WIB kami turun gunung. Banyak pengalaman yang tak
terlupakan ketika berada di atas sana. Subhanallah....
Setelah pendakian perdana saya di gunung Bongkok,
saya belum bisa melupakan hal terindah ketika berada di atas gunung. Saya ingin
mecoba menaiki gunung-gunung lain yang ada di negeri ini. Sekian cerita saya ketika
berada di gunung Bongkok. Maju terus pecinta alam,maju terus Indonesia...