Senin, 21 April 2014

PENDAKIAN PERTAMA : GN. BONGKOK, PLERED 975 MDPL

Kisah ini berawal dari status di BBM saya yang kira – kira begini : “ngapain juga ada orang Purwakarta yang hobi naek gunung, padahal daerah Purwakarta itu sendiri sudah berada di dataran yang tinggi...”. Kata – kata itu terucap begitu saja setelah saya melihat brosur di Kampus yang mencantumkan bahwa di kampus saya itu ada komunitas Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA), walaupun orang2 yang didalamnya tidak seluruhnya adalah Mahasiswa aseli Kampus saya (isinya alumni dan Mahasiswa kampus lain... WTF).
               
  Okeee.... mungkin kata – kata sebelumnya itu nggak penting dibahas kali ya. Lanjut ke cerita... Beberapa hari kemudian seakan kata – kata tadi adalah pertanyaan, masuklah personal message di BBM dari teman yang tiba2 ngajakin naek gunung untuk eksplorasi.

                
Teman saya yang pertama ini (yg ngajak naek gunung) namanya Harri Tebe, dia ini orangnya emang asik abis dan mempunyai jiwa organisasi yang tinggi. Dia aktif di berbagai organisasi di dalam maupun luar kampus. Salahsatunya adalah Mantan ketua Himpunan Mahasiswa Elektro di kampusnya (yang kini diteruskan oleh saya), dan aktif di komunitas pecinta alam HAPPY ADVENTURE COMMUNITY PURWAKARTA (H.A.C.P).

Melalui H.A.C.P. ini kang Harri mengajak saya untuk ekplorasi ke Gunung Bongkok, yang berada di daerah Plered, suatu daerah yang terkenal dengan kerajinan keramiknya di Jawa Barat. Gunung Bongkok ini mempunyai ketinggian 975 MDPL yang katanya gunung tertinggi yang ada di Kabupaten Purwakarta. Gunung bongkok sendiri memiliki mitos yaitu adanya situs tapak kaki Ki Jongkrang. Ki Jongkrang itu sendiri menurut mitos  adalah seseorang yang memiliki kesaktian meloncati gunung demi gunung (kayak ninja hatori aja ya..). Di Gunung Bongkok ini terdapat salahsatu tapak kaki Ki Jongkrang yang “katanya” dulu gunung itu tempat nangkringnya Ki Jongkrang pada saat mancing di danau Jatiluhur dan sekitarnya. (hadeh gak kebayang joran pancing dan benangnnya sepanjang mana... namanya juga mitos). Daripada semakin bingung dengan cerita saya, mending cekidot aja sendiri gambarnya ya..


Nah... itu dia sedikit cerita tentang Gunung Bongkok. Setelah melakukan deal2an sama kang Harri (kayak lg transaksi aja), akhirnya saya memutuskan untuk ikut naik gunung. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sebelumnnya saya belom pernah yang namanya naik gunung, informasi tentang “kontur” gunung yang akan di daki juga nggak tahu, kata kang Harri sih asalkan punya niat dan “disiplin yang tinggi” saja sudah cukup untuk bisa sampai puncak gunung.




                         
  Hari sabtu tanggal 29 Maret 2014, kita berangkat ke Gunung Bongkok. Sebelum melakukan perjalanan saya dan kang Harri menuju rumah salah satu anggota H.A.C.P (Nia) di Wanayasa. Tak lama kemudian datang anggota H.A.C.P yang lainnya yang bernama Om Phey. Di Rumah Nia kita berempat preparing alat yang akan dibawa ke Gunung.

Waktu menunjukkan pukul 07. 10 WIB akhirnya kita berangkat dari Wanayasa ke Gunung Bongkok yang memakan waktu + 2 jam menggunakan sepeda motor. Saya dibonceng oleh Om Phey dan Nia dibonceng oleh kang Harri (cieeee...). Di dalam perjalanan kami sempat mampir di SPBU untuk mengisi bensin. Karena agak ngantri saya dan Nia menunggu Om Phey dan Kang Harri yang sedang mengantri isi bensin di tepian SPBU. Kemudian saya dan Nia memulai obrolan kecil karena kita baru kenal waktu itu. Saya agak Kaget dan heran dengan Nia yang mengatakan saya ini mirip bang Genta dalam film 5cm. Nama saya sendiri adalah Triyan. Baru kali ini ada orang yang memanggil saya dengan sebutan Genta yang mana sosok Genta itu sendiri dibintangi oleh artis se- keren Fedi Nuril. Setelah itu teman – teman yang lainnya menyepakati nama rimba saya adalah Genta.
                         
  Setelah 2 jam lebih perjalanan Akhirnya kami sampai di titik awal pendakian. Kami menitipkan motor di rumah penduduk sekitar dan repacking ulang alat yang dibawa ke atas. Pertama kali saya melihat gunung yang akan didaki, dalam hati saya berkata “imposible”. Mana mungkin saya akan berada di atas batu di gunung itu, gimana naeknya??? Teman – teman yang lain yang sudah berpengalaman meyankinkan saya bahwa kita akan berada di atas sana dan tujuan kita memang ke sana.

Mentari pagi saat itu sangat cerah. Sebelum memulai pendakian kami berdo’a kepada Yang Maha Kuasa agar dilancarkan segala urusan kami. Tujuan pendakian kami tidak lain dan tidak bukan adalah hanya untuk melihat keindahan ciptaan-Mu dari atas sana,Tuhan.


             Jam 09.00 WIB kami mulai pendakian. Disepakati bersama ketua tim kita adalah kang Harri yang sudah berpengalaman masalah daki mendaki. Diawal pendakian kami menemukan mata air dan pepohonan yang rindang. Jalannya sudah ditanami rumput gajah dan ada bekas jalan motor trail. Segarnya embun di pagi hari dan pepohonan yang rindang membuat pernapasan menjadi fresh, lain ketika kita menghirup udara di tengah ibukota yang telah terkontaminasi dengan kendaraan bermotor. Pertama kali naik gunung, saya disuruh untuk mengenakan jaket supaya tidak kedinginan di atas, karena udara di atas dingin banget....

Subhanallah... ini pengalaman pertama saya mendaki gunung. Om Phey di posisi pertama yang bertugas membuka jalan jika ada ranting pohon yang membentang dan mengganggu perjalanan. Saya berada di posisi ke-2 sebagai follower yang mengikuti Om Phey yang berada di depan (hehehehe...). saya juga memegang kamera untuk mengambil gambar serlama perjalanan. Di posisi ke – 3 ada Nia yang bertugas untuk memberi tanda selama perjalanan dengan mengikat tali rafia ke pepohonan. Sedangkan kang Harri berada di belakang untuk mengawasi dan memimpin tim untuk bisa sampai ke atas. Sesekali kami istirahat (break) untuk menghela nafas.



Baru seperempat dari perjalanan kami, vegetasi tanaman mulai berubah. Kini ribuan pohon bambu banyak terlihat diseluruh sudut mata memandang. Beberapa saat kemudian tiba – tiba saya mengalami pusing, mual dan ingin jackpot(muntah). Ditengah kebun bambu akhirnya saya muntah dan ingin pingsan. Saya sempat ragu kalau saya bisa naik sampai ke puncak. Saya sempat terdiam (disangkain sama temen2 saya pingsan, karena nama saya dipanggil2 dan saya menghiraukannya... hihihihi). Setelah badan agak enakan, akhirnya mental saya kembali bangkit untuk melanjutkan perjalanan. Tapi teman – teman menenangkan hati dan memberi semangat saya agar saya bisa sampai ke puncak. Mungkin masalah yang saya derita tadi dikarenakan saya memakai jaket yang terlalu tebal.                  

Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan teman – teman saya terus ngasih dodorngan semangat saya agar kita semua berada di atas puncak. Kontur gunung semakin lama semakin terjal. Setelah melewati kebun bambu, sekarang kami dihadapkan pepohonan dengan akar yang menjulur sebentang permukaan tanah. Tanahnya juga basah dan agak licin. Bebatuan dipenuhi lumut sehingga kami agak kesulitan mendaki karena hanya mengandalkan akar pohon untuk berpegangan.

Di tengah – tengah perjalanan, ketika kami sedang break tiba – tiba ada tiga orang pendaki lain yang menyusul kami. Umurnya masih sepantaran kami, masih muda, tidak memakai peralatan safety seperti sepatu, serta salah satu dari pemuda ada yang menggenggam pisau. Mereka agak kurang bersahabat ketika bertemu dengan kami. Pas kami tanya tentang tujuannya, mereka juga ingin mendaki gunung. Mereka bilang penduduk asli di desa bawah. Serta ada 7 temannya lagi yang akan menyusul di belakang. Pikiran saya makin nggak karuan karena takutnya mereka bermaksud jahat kepada kami. Kami sempat memperlambat laju perjalanan kami sampai 7 orang pemuda yang dibelakang menyusul temannya yang sudah mendahului kami. Bellakangan diketahui mereka dari komunitas tasbeh hitam yang ingin mendaki gunung dengan tujuan untuk melihat situs Ki Jongkrang dan berziarah ke makam yang ada di atas.

Sepuluh pemuda tadi kami hiraukan dan kami tetap waspada dengan langkah kaki kami. Serta mulut yang selalu berdo’a kepada Yang Maha Kuasa agar kami tetap diberi perlindungan-Nya. Vegetasi pohon semakin berubah. Pepohonan yang tumbuh tidak dominan ke atas, tapi menyamping. Kata kang Harri ini menandakan sebentar lagi kita berada di atas puncak. Tkami sempat break dan foto2 di atas batu besar sebelum sampai puncak, tapi sayang keindahan alam tidak sepenuhnya kita dapati setelah tumpukkan batu – batu besar itu terdapat coretan dari tangan – tangan jahil manusia.

Setelah berjalan lama sebelum sampai di puncak kami bertemu dengan 10 orang pemuda yang tadi. Kami berkenalan dengan mereka. Mereka menamakan komunitasnya sebagai tasbeh hitam. Kemungkinan besar mereka adalah santri di sebuah pesantren yang sedang berlibur. Mereka sedang berdo’a di depan makam. Belum diketahui pasti di dalam makam itu terdapay orang yang pernah di makamkan di sana dan siapa orangnya tidak ada yang tahu pasti termasuk penduduk sekitar.

Setelah melewati makam, beberapa langkah kemudian akhirnya kami sampai di puncak gunung bongkok. Subhanallah..... akhirnya saya bisa sampai di atas puncak gunung. Puji syukur kehadirat – Mu ya Allah telah menciptakan sesuatu yang luar biasa yang tak ada apa – apanya dibandingkan kelemahan seorang makhluk bernama manusia. Subhanallah....

And This is it... pemandangan dari atas gunung bongkok.....................


Setelah narsis  berfoto – foto selanjutnya kami bikin tenda dan untuk berteduh dan mempersiapkan makan siang. Bekal yang kami bawa hanyalah mie instan untuk makan siang dan snack saja. Setelah semuanya telah dipersiapkan, teman – teman dari tasbeh hitam mengajak makan bersama. Kebetulan mereka juga sudah membawa bekal nasi timbel dan lauk pauk yang beragam. Akhirnya suasana kekeluargaan makin terasa padahal kami baru kenal saat di perjalanan ke atas gunung ini.



Setelah banyak hal yang telah dilakukan akhirnya kami bergegas untuk turun gunung. Karena waktu telah menunjukkan pukul 14:00 WIB. Walaupun belum puas melihat pemandangan dan masih ingin di atas kami harus pulang agar tidak kemaleman pada saat pulang ke Purwakarta. akhirnya kamipun memberekan barang – barang seperti tenda, alat makan dan mengumpulkan sampah yang berserakan di sekitar gunung. Ketika semuanya sudah beres, tiba – tiba kami dikejutkan oleh dua orang pendaki yang baru sampai ke puncak. Dua orang pendaki tersebut tidak lain adalah salahsatu bagian dari H.A.C.P yaitu abah Onje dan kang Dada. Memang sebelumnya kami ingin berangkat bersama ber-enam dari wanayasa, tapi dikarenakan sesuatu hal, abah Onje dan Kang Dada berangkat belakangan. Suasana kekeluargaan semakin lengkap karena tambah dua orang lagi. Akhirnya sebelum turun kita foto – foto lagi bersama – sama.....
Hari semakin sore dan kami ber – enam bersiap untuk turun ke gunung setelah teman – teman dari tasbeh hitam sudah turun gunung duluan. Pukul 15.00 WIB kami turun gunung. Banyak pengalaman yang tak terlupakan ketika berada di atas sana. Subhanallah....
Setelah pendakian perdana saya di gunung Bongkok, saya belum bisa melupakan hal terindah ketika berada di atas gunung. Saya ingin mecoba menaiki gunung-gunung lain yang ada di negeri ini. Sekian cerita saya ketika berada di gunung Bongkok. Maju terus pecinta alam,maju terus Indonesia...